Kejagung Soroti Lonjakan 100 Persen Korupsi Kepala Desa Tahun Ini

Jakarta, 11 September 2025 – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) mengungkapkan tren mengkhawatirkan terkait tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala desa. Data terbaru yang dirilis Kejagung menunjukkan adanya lonjakan drastis, dengan jumlah kepala desa yang terjerat kasus korupsi pada tahun ini telah mencapai 100 persen dibandingkan total kasus sepanjang tahun 2024. Peningkatan signifikan ini menjadi sorotan serius di tengah upaya pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana desa bagi pembangunan.
Kenaikan angka ini memicu kekhawatiran publik dan berbagai pihak terkait mengenai efektivitas pengawasan serta integritas pejabat desa. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Ketut Sumedana, dalam keterangannya di Jakarta, menyampaikan bahwa meskipun jumlah dana desa yang digelontorkan terus bertambah, celah untuk penyalahgunaan wewenang juga semakin terbuka lebar.
Tren Mengkhawatirkan dan Dampaknya pada Pembangunan Desa
Menurut data internal Kejagung, jika pada tahun 2024 tercatat puluhan kepala desa yang diproses hukum karena kasus korupsi, maka hingga 11 September 2025 angka tersebut sudah melampaui dua kali lipat. Modus operandi yang ditemukan beragam, mulai dari penyelewengan anggaran proyek pembangunan infrastruktur desa, pengadaan barang dan jasa fiktif, hingga mark-up harga yang mengakibatkan kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Penyalahgunaan dana desa ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat laju pembangunan di tingkat paling bawah. Proyek-proyek strategis desa yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti pembangunan jalan, irigasi, atau fasilitas kesehatan, terpaksa mandek atau tidak berkualitas akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Ini adalah alarm keras bagi kita semua. Korupsi di tingkat desa secara langsung merampas hak masyarakat kecil untuk mendapatkan fasilitas dan pembangunan yang layak. Dana desa sejatinya adalah instrumen untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan, bukan bancakan segelintir oknum,” tegas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Dr. Febrie Adriansyah, dalam sebuah kesempatan.
Upaya Pencegahan dan Penindakan Hukum yang Diintensifkan
Menyikapi peningkatan kasus ini, Kejaksaan Agung menyatakan akan terus mengintensifkan upaya penindakan hukum. Koordinasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga terus diperkuat untuk mempersempit ruang gerak pelaku korupsi.
Selain penindakan, Kejagung juga mendorong penguatan aspek pencegahan. Salah satunya melalui program Jaksa Masuk Desa (JMD) yang bertujuan memberikan pemahaman hukum kepada aparat desa, serta meningkatkan transparansi dalam pengelolaan dana desa. Edukasi mengenai pentingnya akuntabilitas dan konsekuensi hukum bagi pelaku korupsi diharapkan dapat menekan angka penyimpangan di masa mendatang.
Pemerintah daerah juga diimbau untuk meningkatkan pengawasan internal dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memantau penggunaan dana desa. Transparansi anggaran yang mudah diakses oleh warga desa menjadi kunci utama untuk mencegah praktik koruptif. Tanpa pengawasan yang ketat dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, ancaman korupsi di tingkat desa akan terus membayangi upaya pembangunan nasional.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda