Prabowo Anugerahkan Tanda Kehormatan Negara kepada Ulama Berjasa dalam Persatuan
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan tanda kehormatan negara kepada sejumlah ulama terkemuka dalam sebuah upacara kenegaraan di Istana Negara, Jakarta, pada 25 August 2025. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi tertinggi dari negara atas jasa-jasa besar para ulama dalam menjaga persatuan bangsa, memperkuat dakwah Islam yang moderat, serta membimbing umat di berbagai pelosok Tanah Air.
Pemberian tanda kehormatan ini merupakan pengakuan atas peran sentral ulama yang tidak hanya terbatas pada dimensi spiritual, tetapi juga meluas ke bidang sosial, pendidikan, dan bahkan perjuangan kemerdekaan. Dalam daftar penerima penghargaan, terdapat nama-nama besar seperti Kiai Haji Abbas Buntet, seorang pejuang kemerdekaan dan ulama karismatik dari Cirebon, hingga Kiai Haji Maimoen Zubair (Mbah Moen), tokoh Nahdlatul Ulama yang dihormati dan pendiri Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang.
Pengakuan atas Kontribusi Nyata Ulama bagi Bangsa
Dalam sejarah panjang Indonesia, peran ulama tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dan pemeliharaan bangsa. Mereka menjadi garda terdepan dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi, keadilan, dan kasih sayang yang menjadi pilar keberagaman Indonesia. Presiden Prabowo Subianto dalam kesempatan terpisah sering menekankan pentingnya peran ulama sebagai perekat bangsa dan penjaga moralitas publik.
Anugerah tanda kehormatan negara ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menghargai semua elemen masyarakat yang telah berkontribusi besar bagi kemajuan Indonesia, termasuk komunitas ulama. Kriteria penerima penghargaan mencakup kontribusi dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, serta pembangunan sosial kemasyarakatan yang berdampak luas.
“Para ulama adalah cahaya penerang bagi umat, penjaga moral bangsa, dan pahlawan sejati dalam perjuangan membangun Indonesia yang damai, adil, dan makmur. Negara wajib memberikan penghormatan tertinggi atas pengabdian tanpa pamrih mereka,” ujar Presiden Prabowo Subianto, sebagaimana diinterpretasikan dari semangat pidato-pidato sebelumnya yang serupa.
Upacara penganugerahan ini juga menjadi momentum untuk mengingatkan kembali generasi muda tentang teladan yang diberikan oleh para ulama. Melalui dedikasi dan keteladanan mereka, nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika terus terpelihara di tengah masyarakat yang majemuk.
Dari Pejuang Kemerdekaan hingga Pembimbing Umat: Ulama Penerima Penghargaan
Penamaan Kiai Haji Abbas Buntet sebagai salah satu penerima penghargaan menyoroti peran ulama dalam perjuangan fisik melawan penjajah. Beliau dikenal sebagai komandan Hizbullah yang gigih melawan kolonialisme, sekaligus pendidik yang mengasuh ribuan santri melalui Pondok Pesantren Buntet. Sementara itu, Kiai Haji Maimoen Zubair, yang wafat pada tahun 2019, dikenang sebagai ulama kharismatik yang pemikirannya melampaui batas-batas generasi, memberikan kontribusi besar dalam politik nasional melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Nahdlatul Ulama, serta mendidik ribuan santri di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang.
Selain kedua tokoh tersebut, sejumlah ulama lain dari berbagai latar belakang organisasi Islam dan daerah juga turut menerima tanda kehormatan. Keberagaman penerima ini menegaskan bahwa penghargaan tersebut diberikan secara inklusif, mencakup spektrum luas kontribusi ulama di Indonesia. Mereka adalah pilar-pilar yang memastikan ajaran agama menjadi sumber kedamaian, bukan perpecahan.
Pemberian tanda kehormatan ini bukan sekadar seremoni simbolis, melainkan juga pesan kuat dari pemerintah bahwa peran ulama diakui dan dihargai sebagai mitra strategis dalam membangun peradaban bangsa. Langkah ini diharapkan dapat semakin mempererat sinergi antara ulama dan umara (pemimpin negara) dalam menjaga stabilitas nasional dan mendorong kemajuan bersama.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
