Proyek Digitalisasi Sekolah Lewat IFP Disorot, Efektivitas Kebijakan Dipertanyakan

JAKARTA – Program distribusi Interactive Flat Panel (IFP) ke sejumlah sekolah di seluruh Indonesia oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) tengah menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Niat pemerintah untuk memodernisasi pendidikan melalui perangkat teknologi ini dipertanyakan efektivitasnya, terutama terkait alokasi anggaran dan prioritas kebutuhan dasar pendidikan.
Kritik keras salah satunya datang dari Founder Jurusanku sekaligus konsultan pendidikan terkemuka, Ina Setiawati Liem atau yang akrab disapa Ina Liem. Menurutnya, program ini terkesan terburu-buru dan kurang mempertimbangkan kondisi riil di lapangan, berpotensi menciptakan kesenjangan baru alih-alih pemerataan kualitas.
Kontroversi di Balik Modernisasi Pendidikan
Program distribusi IFP ini merupakan bagian dari visi Mendikdasmen untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan, guna menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan abad ke-21. Ribuan unit IFP dilaporkan telah didistribusikan sejak awal tahun 07 September 2025 ke berbagai jenjang sekolah, dari SD hingga SMA, dengan harapan meningkatkan interaktivitas pembelajaran dan akses terhadap konten digital.
Namun, Ina Liem menyoroti bahwa alokasi anggaran untuk pengadaan perangkat canggih ini seharusnya lebih diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan fundamental yang masih mendera banyak sekolah. “Banyak sekolah kita yang masih berjuang dengan ketiadaan listrik yang stabil, fasilitas sanitasi yang tidak layak, bahkan kekurangan buku pelajaran,” ujarnya. “Membagi-bagikan IFP tanpa memastikan infrastruktur dasar terpenuhi dan guru-guru memiliki kompetensi digital yang memadai, sama saja dengan menaruh permata di ladang yang belum subur.”
“Pemerintah perlu meninjau ulang prioritas anggaran. Jangan sampai obsesi pada modernisasi teknologi melupakan esensi dasar pendidikan dan permasalahan fundamental yang lebih mendesak di lapangan. Tanpa pelatihan yang berkelanjutan dan koneksi internet yang stabil, IFP ini berpotensi besar hanya akan menjadi pajangan mahal.”
— Ina Setiawati Liem, Founder Jurusanku & Konsultan Pendidikan
Selain itu, Ina Liem juga mempertanyakan keberlanjutan program ini, termasuk biaya perawatan, pembaruan perangkat lunak, dan ketersediaan akses internet yang stabil, terutama di daerah-daerah terpencil. Tanpa rencana jangka panjang yang komprehensif, ia khawatir program ini hanya akan menjadi proyek musiman tanpa dampak signifikan.
Tanggapan Kementerian dan Harapan Masa Depan
Menanggapi berbagai kritik tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Ir. Budi Santoso, M.Pd., menjelaskan bahwa program distribusi IFP ini adalah investasi strategis jangka panjang yang telah melalui studi kelayakan matang. Menurutnya, teknologi adalah bagian tak terpisahkan dari pendidikan masa depan, dan kementerian berkomitmen untuk menjembatani kesenjangan digital.
“Kami memahami kekhawatiran yang muncul, dan kami tegaskan bahwa program IFP ini tidak berdiri sendiri,” jelas Dr. Budi Santoso dalam konferensi pers di kantornya pekan lalu. “Ini terintegrasi dengan program peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan intensif digitalisasi pembelajaran, serta penyediaan platform konten edukasi yang relevan. Tahap awal ini memang fokus pada distribusi, namun paralel dengan itu, kami juga terus mengupayakan perbaikan infrastruktur dasar dan akses internet bekerja sama dengan kementerian terkait.”
Dr. Santoso juga menambahkan bahwa anggaran untuk pemeliharaan dan keberlanjutan program telah dialokasikan secara bertahap dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun berikutnya, serta melibatkan peran serta pemerintah daerah. Ia berharap, kritik yang disampaikan dapat menjadi masukan konstruktif untuk penyempurnaan implementasi program ke depan.
Polemik ini menyoroti kompleksitas upaya modernisasi pendidikan di Indonesia, di mana keseimbangan antara inovasi teknologi dan pemenuhan kebutuhan dasar menjadi krusial. Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada implementasi yang cermat, evaluasi berkala, dan kemampuan pemerintah dalam menanggapi masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda