October 14, 2025

Delik Kalbar

Satu Portal, Banyak Cerita

BGN Jawab Polemik Menu MBG: Hamburger dan Spageti Penuhi Selera Siswa

Badan Gizi Nasional (BGN) tengah menjadi sorotan publik setelah program Menu Bergizi Generasi (MBG) yang digulirkannya menuai kritik dari kalangan ahli gizi. Penambahan menu seperti hamburger dan spageti dalam daftar hidangan MBG dinilai tidak sejalan dengan prinsip gizi seimbang yang seharusnya menjadi fondasi program nasional. Namun, BGN memiliki argumen kuat di balik kebijakan tersebut, berdalih bahwa pilihan menu itu merupakan strategi untuk menghindari kejenuhan dan memenuhi permintaan para siswa.

Polemik Menu MBG: Antara Gizi Ideal dan Preferensi Siswa

Setelah peluncuran program Menu Bergizi Generasi (MBG) yang bertujuan meningkatkan asupan gizi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia, kontroversi mencuat terkait beberapa pilihan menu yang disajikan. Kalangan ahli gizi menyuarakan keprihatinan mereka atas dimasukkannya hidangan seperti hamburger dan spageti, yang secara tradisional kerap diasosiasikan dengan makanan cepat saji atau kurang seimbang, dalam program gizi nasional. Kritikus berpendapat bahwa menu-menu tersebut, jika tidak diolah dengan standar gizi yang sangat ketat, dapat mengikis tujuan utama program MBG untuk membentuk pola makan sehat di kalangan generasi muda.

Menurut para ahli, fokus utama program gizi seharusnya adalah memperkenalkan dan membiasakan anak-anak dengan makanan bergizi tinggi, minim proses, serta kaya serat, vitamin, dan mineral. Pilihan menu ‘non-tradisional’ ini dianggap dapat mengirimkan pesan yang kurang tepat tentang definisi gizi seimbang, khususnya di tengah maraknya kampanye melawan obesitas dan penyakit tidak menular akibat pola makan yang buruk di kalangan anak-anak dan remaja. Mereka khawatir, tanpa edukasi dan kontrol yang ketat, pilihan menu ini justru akan memperkuat persepsi bahwa makanan cepat saji adalah pilihan yang sah dalam pola makan sehat.

Penjelasan BGN: Hindari Kejenuhan dan Akui Permintaan Siswa

Menanggapi gelombang kritik tersebut, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa keputusan untuk memasukkan spageti dan hamburger ke dalam daftar menu MBG bukanlah tanpa pertimbangan matang. Menurut Nanik, inovasi menu ini justru merupakan strategi vital untuk mengatasi masalah kejenuhan yang kerap dialami anak-anak terhadap jenis makanan tertentu, terutama nasi sebagai makanan pokok tradisional.

“Kami memahami kekhawatiran dari para ahli gizi. Namun, program ini dirancang untuk jangka panjang, dan salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan anak-anak mau dan bersemangat mengonsumsi makanan yang disediakan setiap hari,” ujar Nanik S. Deyang dalam keterangannya kepada media di Jakarta, 27 September 2025.

“Spageti dan hamburger, yang kami sajikan tentu saja sudah disesuaikan dengan standar gizi yang ketat, merupakan menu yang paling banyak diminta oleh para siswa. Tujuan utamanya adalah agar mereka tidak bosan makan nasi terus-menerus. Jika mereka bosan, program sebaik apa pun akan sulit berjalan optimal. Kami ingin mereka menikmati makanan sehat tanpa merasa terpaksa, dan variasi menu adalah kuncinya agar program MBG berkelanjutan dan diterima dengan baik oleh anak-anak.”

Nanik menambahkan bahwa pilihan menu tersebut bukan berarti mengesampingkan nilai gizi. BGN mengklaim telah melakukan formulasi ulang terhadap resep hamburger dan spageti agar tetap memenuhi kebutuhan nutrisi esensial bagi anak-anak, seperti penambahan sayuran segar, pengurangan lemak jenuh, dan penggunaan protein berkualitas. Variasi ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan penerimaan siswa terhadap program MBG secara keseluruhan, sembari tetap menanamkan kebiasaan makan sehat melalui porsi dan komposisi yang terkontrol serta edukasi yang menyertainya.

Menuju Keseimbangan: Gizi, Rasa, dan Edukasi

Polemik ini menggarisbawahi tantangan kompleks dalam merancang program gizi berskala nasional yang efektif. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk memenuhi standar gizi ideal yang direkomendasikan oleh ahli berbasis bukti ilmiah. Di sisi lain, faktor psikologis, preferensi budaya, dan daya tarik rasa bagi anak-anak tidak bisa diabaikan begitu saja. Program gizi yang sehat secara teoretis namun tidak disukai oleh sasaran akan cenderung gagal dalam implementasinya.

Para pengamat kebijakan publik menyarankan perlunya dialog dan kolaborasi lebih lanjut antara BGN, ahli gizi, pendidik, orang tua, dan bahkan perwakilan siswa. Pendekatan multi-pihak ini dapat menghasilkan menu yang tidak hanya memenuhi kriteria gizi seimbang tetapi juga menarik bagi anak-anak serta mudah diimplementasikan. Edukasi gizi yang berkelanjutan juga menjadi krusial, menjelaskan mengapa variasi menu tertentu dipilih dan bagaimana hidangan ‘populer’ seperti hamburger atau spageti dapat diolah menjadi pilihan yang sehat tanpa kehilangan daya tariknya. Ke depan, keberhasilan program MBG akan sangat bergantung pada kemampuan BGN untuk menyeimbangkan antara aspek ilmiah gizi, efektivitas implementasi di lapangan, dan daya tarik bagi generasi muda yang menjadi penerima manfaat utama.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.