DPR dan Pemerintah Gelar Pembahasan RUU KUHAP: Era Baru Peradilan Pidana

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah, secara resmi memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam rapat perdana yang dijadwalkan pada Selasa, 07 July 2025 (besok). Pertemuan krusial ini akan menghadirkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, menandai dimulainya babak baru dalam upaya modernisasi sistem peradilan pidana di Indonesia.
Pembahasan RUU KUHAP ini menjadi sorotan utama mengingat urgensi pembaruan KUHAP yang berlaku saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Diharapkan, proses legislasi ini akan menghasilkan payung hukum yang lebih relevan dengan perkembangan zaman, teknologi, serta prinsip-prinsip hak asasi manusia yang universal. Kick-off pembahasan ini menunjukkan komitmen serius dari kedua belah pihak untuk merampungkan salah satu RUU prioritas dalam Prolegnas.
Latar Belakang dan Urgensi Pembaruan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merupakan salah satu pilar utama dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. KUHAP mengatur seluruh proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di persidangan. Namun, KUHAP yang saat ini berlaku telah berusia lebih dari empat dekade, sehingga banyak ketentuannya yang dinilai tidak lagi sesuai dengan dinamika masyarakat, kemajuan teknologi informasi, dan perkembangan modus operandi kejahatan.
Beberapa isu krusial yang diharapkan dapat diakomodasi dalam RUU KUHAP baru meliputi perluasan hak-hak tersangka dan terdakwa, pengaturan yang lebih jelas mengenai alat bukti digital, mekanisme penanganan kasus yang lebih efisien, serta penguatan transparansi dan akuntabilitas aparat penegak hukum. Proses revisi KUHAP sendiri telah menjadi agenda panjang yang berulang kali masuk dalam Prolegnas namun belum tuntas.
“Revisi KUHAP adalah kebutuhan mendesak untuk mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih modern, humanis, dan berkeadilan. Kami berharap pembahasan ini dapat berjalan lancar dan menghasilkan undang-undang yang mampu menjawab tantangan zaman dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat,” ujar Ketua Komisi III DPR, dalam sebuah pernyataan terpisah.
Tantangan dan Harapan dalam Pembahasan
Pembahasan RUU KUHAP diprediksi tidak akan berjalan mulus tanpa tantangan. Kompleksitas materi yang mencakup berbagai aspek fundamental hukum acara pidana, serta perbedaan pandangan antara DPR, pemerintah, dan berbagai elemen masyarakat sipil, akan menjadi dinamika yang mewarnai proses legislasi ini. Isu-isu sensitif seperti kewenangan penyadapan, batas waktu penahanan, hingga peran praperadilan, diprediksi akan menjadi poin-poin perdebatan utama.
Kehadiran Menkumham dan Mensesneg dalam rapat perdana menunjukkan tingkat prioritas pemerintah terhadap RUU ini. Koordinasi yang erat antara DPR dan pemerintah diharapkan dapat mempercepat proses pembahasan tanpa mengorbankan kualitas dan substansi. Selain itu, masukan dari pakar hukum, akademisi, praktisi, dan organisasi masyarakat sipil akan sangat krusial untuk memastikan RUU KUHAP yang dihasilkan benar-benar komprehensif, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan publik.
DPR dan pemerintah menargetkan RUU KUHAP dapat segera disahkan agar sistem peradilan pidana di Indonesia dapat mengalami transformasi fundamental menuju keadilan yang lebih progresif dan responsif. Publik menaruh harapan besar agar RUU ini tidak hanya menjadi payung hukum baru, tetapi juga instrumen efektif dalam mewujudkan penegakan hukum yang berintegritas dan profesional.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda