Jimly Desak Implementasi Putusan MK: Larangan Polisi Aktif di Jabatan Sipil
Jakarta, 13 November 2025 – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mendesak agar putusan MK yang melarang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) aktif menduduki jabatan sipil segera dilaksanakan secara menyeluruh. Menurutnya, putusan tersebut bukan hanya sekadar penegasan hukum, melainkan pijakan krusial dalam upaya reformasi institusi Polri demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih profesional dan akuntabel.
Pernyataan Jimly ini muncul setelah putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian, terutama jabatan sipil, kecuali dalam posisi yang diatur secara spesifik oleh undang-undang.
Jimly menekankan bahwa implementasi putusan ini harus menjadi bagian integral dari agenda reformasi Polri yang berkelanjutan. Ia berpendapat, keberadaan anggota Polri aktif di posisi-posisi sipil dapat menimbulkan dualisme fungsi dan potensi konflik kepentingan, yang pada akhirnya dapat mengganggu netralitas dan profesionalisme birokrasi sipil.
Dampak dan Konsekuensi bagi Reformasi Polri
Putusan MK ini membawa konsekuensi signifikan bagi lanskap birokrasi di Indonesia, khususnya terkait peran dan fungsi Polri. Dengan adanya larangan ini, diharapkan anggota Polri dapat lebih fokus pada tugas pokok dan fungsi mereka sebagai penegak hukum yang melayani dan melindungi masyarakat.
Pakar hukum tata negara itu menambahkan, putusan ini juga akan memperkuat prinsip pemisahan kekuasaan dan mengurangi potensi tumpang tindih kewenangan antara institusi penegak hukum dan lembaga sipil. “Ini adalah langkah maju untuk memastikan bahwa setiap institusi menjalankan mandatnya sesuai dengan konstitusi dan perundang-undangan,” ujar Jimly.
Lebih lanjut, implementasi putusan ini menuntut adanya penyesuaian di berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang saat ini masih menempatkan anggota Polri aktif dalam jabatan sipil. Pemerintah dan Polri diharapkan segera menyusun mekanisme penarikan kembali atau penggantian personel agar tidak mengganggu operasional lembaga yang bersangkutan.
Tantangan Implementasi dan Harapan Publik
Meskipun memiliki tujuan mulia, implementasi putusan MK ini tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah kekosongan jabatan di beberapa lembaga sipil yang sebelumnya diisi oleh anggota Polri aktif, serta kebutuhan untuk merekrut atau menempatkan pejabat sipil yang kompeten sebagai pengganti.
Jimly berharap, pemerintah dan institusi terkait dapat bersinergi dalam mencari solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses transisi. Publik menaruh harapan besar terhadap pelaksanaan putusan ini sebagai upaya nyata untuk memperkuat sistem meritokrasi dalam birokrasi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
“Putusan Mahkamah Konstitusi ini adalah pedoman konstitusional yang fundamental. Ini harus menjadi rujukan utama bagi reformasi Polri secara menyeluruh, memastikan bahwa setiap anggota fokus pada tugas inti kepolisian, serta menjaga independensi dan profesionalisme birokrasi sipil dari potensi interferensi,” tegas Jimly Asshiddiqie, menggarisbawahi urgensi implementasi putusan tersebut.
Dengan adanya penegasan dari MK dan desakan dari tokoh sekaliber Jimly Asshiddiqie, perhatian publik kini tertuju pada langkah konkret pemerintah dan Polri dalam menindaklanjuti putusan tersebut demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
