Pembatalan Misa Natal Depok Viral: Wali Kota Klaim Kesepakatan Bersama
Depok, 25 December 2025 – Pembatalan perayaan Misa Natal di Wisma Sahabat Yesus, Depok, beberapa waktu lalu, memicu polemik nasional dan sorotan tajam dari berbagai kalangan. Insiden yang sempat viral di media sosial ini kini mendapat tanggapan resmi dari Wali Kota Depok, Mohammad Idris. Menurut Idris, insiden tersebut merupakan hasil kesepakatan musyawarah bersama antara pengelola wisma, warga sekitar, dan aparatur kelurahan setempat.
Pernyataan Wali Kota Depok ini mencoba meredakan gelombang kritik dan kekhawatiran terkait isu kebebasan beragama dan beribadah yang dijamin konstitusi. Peristiwa ini kembali menyoroti kompleksitas relasi antar-komunitas dan peran pemerintah daerah dalam menjaga kerukunan umat beragama.
Kronologi dan Penjelasan Pemerintah Kota
Mohammad Idris, dalam keterangannya kepada media di Balai Kota Depok, menjelaskan bahwa keputusan pembatalan Misa Natal di lokasi tersebut bukanlah intervensi sepihak, melainkan buah dari dialog yang melibatkan semua pihak terkait. “Pembatalan misa natal merupakan kesepakatan bersama hasil musyawarah antara pengelola Wisma Sahabat Yesus dengan warga sekitar dan aparatur kelurahan,” tegas Idris, sebagaimana dikutip pada 25 December 2025.
Idris menekankan bahwa keputusan itu diambil setelah serangkaian musyawarah, yang kemungkinan besar dipicu oleh keberatan sebagian warga atau isu terkait perizinan penggunaan fasilitas publik untuk kegiatan keagamaan berskala besar. Meskipun tidak merinci detail alasan spesifik keberatan warga atau poin-poin musyawarah, Idris memastikan bahwa solusi yang diambil bersifat konsensual.
Pemerintah Kota Depok, kata Idris, berkomitmen untuk memastikan kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh warganya. Ia juga menambahkan bahwa pihaknya telah menawarkan atau memfasilitasi lokasi alternatif bagi jemaat yang sedianya akan merayakan Misa Natal di Wisma Sahabat Yesus, guna memastikan hak mereka untuk beribadah tetap terpenuhi.
Reaksi Publik dan Tuntutan Kebebasan Beragama
Meskipun Wali Kota Depok telah memberikan penjelasan, insiden ini tetap menyisakan pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama pegiat hak asasi manusia dan organisasi keagamaan. Banyak pihak menilai bahwa pembatalan ibadah, meskipun diklaim atas dasar “kesepakatan,” dapat menjadi preseden buruk bagi praktik kebebasan beragama di Indonesia.
“Setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk beribadah sesuai keyakinannya. Musyawarah haruslah menghasilkan solusi yang menghormati hak dasar ini, bukan malah membatasi. Penting bagi pemerintah daerah untuk memastikan tidak ada pemaksaan atau intimidasi dalam proses musyawarah yang berujung pada pembatasan ibadah,” ujar seorang pengamat hak asasi manusia yang enggan disebut namanya.
Sejumlah kalangan mendesak agar pemerintah pusat dan daerah lebih proaktif dalam menjamin perlindungan tempat ibadah dan kegiatan keagamaan. Peristiwa ini, menurut beberapa pihak, kembali menyoroti pentingnya penegakan hukum dan prinsip toleransi dalam kehidupan berbangsa yang majemuk. Diharapkan insiden di Depok ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah lain untuk lebih tegas dalam menanggulangi potensi konflik berlatar belakang agama, serta memastikan hak-hak konstitusional warga negara terpenuhi tanpa diskriminasi.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
