Pledoi Hasto: Minta Hakim Abaikan Bukti CDR KPK di Kasus Harun Masiku

Dalam sidang pembacaan pleidoi yang berlangsung 10 July 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto secara tegas meminta majelis hakim untuk mengesampingkan bukti data Call Detail Record (CDR) yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan ini menjadi sorotan utama mengingat pentingnya data digital dalam mengungkap kasus-kasus korupsi, khususnya terkait perkara dugaan suap eks caleg PDIP Harun Masiku yang menjerat Hasto.
Argumentasi Kunci Kuasa Hukum
Kuasa hukum Hasto berargumen bahwa perolehan data CDR oleh KPK dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah, sehingga melanggar hak privasi dan prinsip-prinsip due process of law. Mereka menegaskan bahwa bukti yang diperoleh secara ilegal, atau dikenal dengan fruit of the poisonous tree doctrine, tidak seharusnya dipertimbangkan dalam proses peradilan yang adil dan benar.
CDR sendiri, merupakan rekaman detail komunikasi seperti waktu panggilan, durasi, serta lokasi seseorang berdasarkan sinyal menara telekomunikasi. Data ini seringkali menjadi alat vital dalam investigasi untuk melacak pergerakan tersangka dan mengidentifikasi pola komunikasi. Namun, tim Hasto berpendapat bahwa meskipun informatif, keabsahan perolehannya harus diutamakan di atas segalanya.
Kami meminta majelis hakim yang terhormat untuk sepenuhnya mengesampingkan bukti CDR ini. Data tersebut diperoleh melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, menjadikannya cacat hukum dan tidak valid sebagai alat bukti dalam persidangan ini, ujar salah satu anggota tim kuasa hukum dalam pleidoinya.
Pihak Hasto meyakini bahwa jika data CDR ini tetap digunakan, itu akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, di mana hak-hak konstitusional warga negara dapat dengan mudah diabaikan demi tujuan investigasi.
Implikasi bagi Penegakan Hukum Digital
Permintaan tim Hasto ini bukan hanya tentang satu kasus, melainkan juga menyoroti tantangan besar dalam penggunaan bukti digital di pengadilan Indonesia. Selama ini, data CDR seringkali menjadi salah satu alat bukti krusial yang digunakan penegak hukum, termasuk KPK, untuk melacak pergerakan tersangka, mengkonfirmasi alibi, atau bahkan membangun jaringan komunikasi antarpihak yang terlibat dalam tindak pidana.
Namun, legalitas dan metode perolehan data tersebut kerap menjadi perdebatan sengit, terutama menyangkut batas antara kebutuhan investigasi dan perlindungan hak asasi warga negara. Undang-undang yang mengatur perolehan data telekomunikasi seringkali ditafsirkan secara berbeda oleh pihak-pihak yang terlibat, menimbulkan celah hukum yang dapat dimanfaatkan dalam persidangan.
Keputusan majelis hakim terkait permintaan Hasto ini akan menjadi preseden penting. Apabila permintaan ini dikabulkan, hal itu dapat memengaruhi cara penegak hukum mengumpulkan dan menyajikan bukti digital di masa mendatang, menuntut mereka untuk lebih ketat dalam mematuhi prosedur hukum yang berlaku. Sebaliknya, jika ditolak, ini akan menegaskan posisi pengadilan terhadap legalitas perolehan data tersebut, meskipun tetap akan menjadi bahan diskusi para pakar hukum dan aktivis hak asasi manusia.
Sidang lanjutan kasus Hasto Kristiyanto akan dinanti banyak pihak, terutama terkait bagaimana majelis hakim akan menanggapi argumentasi krusial mengenai keabsahan bukti CDR ini.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda