Indonesia Mendesak AS Tinjau Tarif Impor 32%: Dampak Ekonomi di Depan Mata

Pemerintah Indonesia secara intensif menyuarakan desakan kepada pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk meninjau ulang kebijakan pengenaan tarif impor sebesar 32 persen yang membayangi produk-produk unggulan Indonesia. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, dalam pernyataannya kepada awak media pada 11 July 2025, menegaskan pentingnya peninjauan kembali tarif tersebut demi menjaga stabilitas hubungan perdagangan bilateral kedua negara yang telah terjalin erat.
Diplomasi Intensif di Tengah Ketegangan Dagang
Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa tim negosiator tingkat tinggi yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terus menjalin komunikasi dan negosiasi maraton dengan perwakilan AS. Tim ini melibatkan berbagai kementerian terkait, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Keuangan, menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menghadapi isu krusial ini.
Negosiasi tersebut fokus pada upaya meyakinkan Washington bahwa pengenaan tarif 32 persen tidak hanya merugikan eksportir Indonesia, tetapi juga berpotensi mengganggu rantai pasok global dan pada akhirnya dapat membebani konsumen AS. Mensesneg Prasetyo Hadi secara khusus menyoroti dampak potensial terhadap sektor-sektor strategis yang menjadi tulang punggung ekspor non-migas Indonesia ke AS.
“Kami sangat berharap Presiden Trump dapat meninjau kembali kebijakan tarif impor 32 persen ini. Langkah tersebut, jika diterapkan, akan berdampak signifikan pada volume perdagangan bilateral dan berpotensi merugikan ekonomi kedua negara, terutama di tengah upaya pemulihan global pasca-pandemi. Indonesia selalu berkomitmen pada prinsip perdagangan bebas dan adil,” ujar Prasetyo Hadi.
Langkah proteksionis AS ini disinyalir sebagai bagian dari agenda “America First” yang berupaya mengurangi defisit neraca perdagangan AS dengan berbagai negara mitra. Namun, bagi Indonesia, tarif sebesar 32 persen ini sangat memberatkan dan dapat memukul keras sektor-sektor seperti produk karet, hasil perikanan, tekstil, dan alas kaki, yang selama ini menjadi komoditas ekspor utama ke Negeri Paman Sam. Ribuan pekerja di sektor-sektor tersebut terancam kehilangan mata pencarian jika kebijakan ini diberlakukan secara permanen.
Prospek dan Harapan di Tengah Tantangan Global
Meskipun tantangan diplomasi perdagangan ini cukup berat, Pemerintah Indonesia menyatakan optimisme bahwa negosiasi akan membuahkan hasil positif. Menko Airlangga Hartarto dan timnya dilaporkan terus menyajikan data dan argumentasi kuat mengenai kontribusi produk Indonesia terhadap ekonomi AS serta dampak kontraproduktif dari tarif yang diusulkan. Selain itu, Indonesia juga menekankan statusnya sebagai mitra strategis AS di kawasan Asia Tenggara, yang seharusnya mendorong kerja sama ekonomi, bukan hambatan perdagangan.
Pemerintah Indonesia berharap bahwa dialog yang konstruktif dapat mengarah pada konsensus yang saling menguntungkan, atau setidaknya, penundaan atau penurunan tarif hingga level yang lebih rasional. Peninjauan ulang kebijakan ini tidak hanya akan menyelamatkan ribuan lapangan kerja di Indonesia tetapi juga akan mengirimkan sinyal positif bagi iklim investasi dan perdagangan global yang saat ini masih rentan. Keberhasilan negosiasi ini akan menjadi preseden penting bagi masa depan hubungan perdagangan antara kedua negara, serta menjadi cerminan komitmen terhadap sistem perdagangan multilateral yang berlandaskan aturan WTO.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda