Dukungan Wapres Gibran untuk RUU PPRT: Angin Segar Pengesahan Perlindungan PRT

Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, telah menyatakan dukungannya terhadap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Pernyataan ini disambut positif oleh berbagai organisasi aktivis perempuan dan pegiat hak asasi manusia, yang menilai dukungan dari salah satu pucuk pimpinan negara tersebut dapat menjadi momentum krusial untuk mempercepat proses pengesahan RUU yang telah lama dinanti ini.
Pada 19 July 2025, dukungan Gibran disoroti sebagai sinyal kuat dari eksekutif untuk serius mengatasi persoalan perlindungan hukum bagi jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia. Sektor ini, yang mayoritas diisi oleh perempuan, dikenal sebagai salah satu yang paling rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi, dan pelanggaran hak-hak dasar karena ketiadaan payung hukum yang memadai.
Harapan Baru Bagi Jutaan Pekerja Rumah Tangga
Bagi para aktivis perempuan yang telah bertahun-tahun memperjuangkan RUU PPRT, dukungan politik dari tokoh sekelas Wakil Presiden adalah angin segar. Mereka melihat RUU ini bukan sekadar regulasi biasa, melainkan manifestasi konkret dari kehadiran dan kepedulian negara terhadap kelompok masyarakat yang selama ini seringkali “tak terlihat” dan diabaikan dalam sistem ketenagakerjaan formal.
Perwakilan dari Koalisi Buruh Migran dan Pekerja Rumah Tangga, misalnya, menekankan bahwa RUU PPRT adalah fondasi penting untuk mewujudkan keadilan sosial. Ini akan menjadi langkah maju dalam pengakuan kerja domestik sebagai pekerjaan yang bermartabat dan memiliki hak-hak yang setara dengan sektor pekerjaan lainnya. Dengan adanya RUU ini, diharapkan ada standar minimum mengenai jam kerja, upah layak, jaminan sosial, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang adil.
RUU ini bukan sekadar produk hukum, melainkan cermin kehadiran negara, bentuk penghargaan terhadap kerja yang sering tak terlihat, dan upaya membangun hubungan kerja yang lebih manusiawi dan profesional.
Pernyataan tersebut mencerminkan esensi perjuangan panjang para aktivis. Mereka percaya bahwa dengan adanya regulasi ini, hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga dapat dibangun di atas prinsip-prinsip saling menghormati, transparan, dan profesional, jauh dari pola-pola eksploitatif yang kerap terjadi.
Proses Legislasi yang Mendesak dan Terhambat
Perjalanan RUU PPRT di parlemen telah melalui jalan berliku dan panjang. Meski sudah masuk dalam daftar prioritas Prolegnas sejak beberapa tahun lalu, pembahasannya kerap tertunda dan terhambat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berbagai alasan, mulai dari dinamika politik hingga perbedaan pandangan antar fraksi, seringkali menjadi kendala utama.
Data menunjukkan bahwa terdapat jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia yang mayoritas adalah perempuan, bekerja tanpa perlindungan hukum yang jelas. Situasi ini menempatkan mereka dalam posisi rentan terhadap kekerasan, pelecehan, bahkan perbudakan modern. Oleh karena itu, percepatan pengesahan RUU PPRT bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga isu kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia yang mendesak.
Dukungan dari Gibran diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan kepada DPR untuk segera menuntaskan pembahasan dan mengesahkan RUU ini menjadi undang-undang. Koalisi masyarakat sipil menyerukan kepada seluruh elemen pemerintahan dan legislator untuk menjadikan perlindungan PRT sebagai agenda prioritas nasional dan mewujudkan komitmen negara dalam melindungi seluruh warganya, tanpa terkecuali.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda