Anggota TNI Pukul Pengemudi Ojol di Pontianak: Proses Hukum Militer Tetap Berlanjut

PONTIANAK, KALBAR – Insiden pemukulan yang melibatkan seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap pengemudi ojek online (Ojol) di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu, dipastikan tetap akan diproses hukum. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XII/Tanjungpura, Kolonel Inf. Yusri, menegaskan bahwa proses hukum internal militer akan terus berjalan, meskipun telah tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
Kasus ini menyoroti komitmen TNI dalam menjaga disiplin dan menindak tegas anggotanya yang terbukti melanggar hukum, terlepas dari penyelesaian secara kekeluargaan yang mungkin terjadi di luar proses hukum formal. Penegasan ini disampaikan oleh Kolonel Yusri sebagai respons atas beredarnya kabar dan pertanyaan publik mengenai status hukum anggota TNI tersebut.
Kronologi Insiden dan Reaksi Publik
Peristiwa pemukulan ini terjadi pekan lalu di salah satu ruas jalan di Pontianak, yang diduga berawal dari kesalahpahaman atau perselisihan kecil di jalan raya. Video atau informasi mengenai insiden tersebut sempat tersebar di media sosial, memicu perhatian dan beragam komentar dari masyarakat. Warganet menyuarakan keprihatinan sekaligus menuntut agar pelaku, terlepas dari statusnya sebagai anggota TNI, dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.
Menanggapi hal tersebut, pihak Kodam XII/Tanjungpura bergerak cepat melakukan investigasi awal. Identitas anggota TNI yang terlibat berhasil diketahui, dan penyelidikan internal segera dimulai. Kolonel Inf. Yusri, dalam keterangannya kepada media pada 22 September 2025, mengonfirmasi kebenaran insiden tersebut dan menjelaskan langkah-langkah yang diambil oleh satuannya. Ia menekankan bahwa setiap pelanggaran yang dilakukan anggota TNI akan ditindak sesuai mekanisme hukum militer yang berlaku.
Meskipun kemudian terjadi pertemuan antara anggota TNI yang bersangkutan dengan pengemudi ojol, dan kedua belah pihak menyatakan telah berdamai secara kekeluargaan, Kapendam Yusri menegaskan bahwa hal tersebut tidak serta-merta menghentikan proses hukum yang telah berjalan. “Perdamaian secara kekeluargaan itu sifatnya personal, namun pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota TNI tetap harus dipertanggungjawabkan melalui mekanisme hukum militer,” ujar Kolonel Yusri.
Komitmen Penegakan Hukum Militer
Proses hukum terhadap anggota TNI tersebut kini berada di tangan Polisi Militer (POM TNI). POM TNI memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana. Anggota TNI yang terlibat diduga melanggar pasal-pasal terkait penganiayaan atau tindak pidana lainnya sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
“TNI sangat serius dalam menjaga disiplin dan profesionalisme anggotanya. Setiap pelanggaran, sekecil apa pun, akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Ini adalah bentuk komitmen kami untuk memastikan keadilan dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi TNI,” tegas Kolonel Inf. Yusri, Kapendam XII/Tanjungpura.
Langkah tegas ini merupakan cerminan dari kebijakan pimpinan TNI yang mengedepankan prinsip ‘zero tolerance’ terhadap segala bentuk pelanggaran disiplin dan tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit. Proses hukum ini juga diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota TNI agar selalu menjunjung tinggi etika, disiplin, dan menghormati hak-hak masyarakat. Masyarakat dapat terus memantau perkembangan kasus ini, sebagai bukti transparansi dan akuntabilitas institusi TNI dalam menangani kasus pelanggaran anggotanya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa status militer tidak memberikan kekebalan hukum, dan setiap individu, termasuk anggota TNI, harus bertanggung jawab atas perbuatannya di mata hukum. Proses investigasi oleh Polisi Militer masih terus berlanjut hingga 22 September 2025, dengan harapan keadilan dapat ditegakkan bagi semua pihak.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda