Keseimbangan Kesehatan dan Ekonomi: DPRD DKI & Pengusaha Hiburan Bahas KTR

Pertemuan krusial antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dan Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (ASPHIJA) pada 21 October 2025 menandai upaya berkelanjutan untuk menyeimbangkan kepentingan publik dalam regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan keberlangsungan sektor bisnis hiburan. Audiensi ini menyoroti kompleksitas dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan warga, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi dan lapangan kerja di ibu kota.
Latar Belakang dan Urgensi Regulasi KTR
Jakarta telah lama mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok sebagai bagian dari komitmen pemerintah daerah untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Regulasi KTR, yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 dan diperkuat oleh aturan turunannya, bertujuan mengurangi paparan asap rokok pasif bagi non-perokok di ruang publik. Namun, implementasi kebijakan ini, terutama di sektor hiburan malam, kerap menemui tantangan.
Anggota Pansus KTR DPRD DKI Jakarta, Budi Santoso, menekankan pentingnya regulasi ini demi kesehatan masyarakat. Menurutnya, perlindungan terhadap dampak buruk asap rokok adalah hak dasar setiap warga, dan pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhinya.
“Kesehatan masyarakat adalah prioritas utama. Regulasi KTR bertujuan melindungi warga Jakarta, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil, dari paparan asap rokok. Kami berkomitmen untuk memastikan implementasi yang efektif tanpa mengabaikan aspek lain,” ujar Budi Santoso dalam sesi audiensi.
Pihak DPRD menegaskan bahwa tujuan utama KTR adalah pencegahan penyakit dan peningkatan kualitas hidup. Data dari berbagai penelitian menunjukkan korelasi kuat antara paparan asap rokok pasif dengan berbagai masalah kesehatan serius, termasuk penyakit jantung dan paru-paru. Oleh karena itu, penegakan regulasi KTR diyakini akan memberikan dampak positif jangka panjang bagi penduduk Jakarta.
Dilema Bisnis Hiburan dan Prospek Solusi
Di sisi lain, ASPHIJA menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait dampak regulasi KTR yang terlalu ketat terhadap kelangsungan bisnis hiburan malam. Sektor ini, yang meliputi bar, kafe, diskotek, dan klub malam, merupakan salah satu penyumbang pendapatan daerah dan penyedia lapangan kerja yang signifikan.
Ketua Umum ASPHIJA, Herman Wijaya, menjelaskan bahwa penerapan KTR yang tidak proporsional dapat mematikan usaha, terutama bagi pelaku bisnis yang telah berinvestasi besar pada fasilitas dan operasional. Ia menyoroti potensi penurunan omzet drastis, hingga ancaman gulung tikar yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja ribuan karyawan.
“Kami tidak anti-KTR. Kami mendukung lingkungan sehat, namun kami juga meminta pertimbangan matang agar bisnis kami tidak kolaps. Ribuan pekerja menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Solusi seperti ruang merokok khusus yang memenuhi standar ventilasi internasional bisa menjadi jalan tengah yang adil,” kata Herman Wijaya.
ASPHIJA mengusulkan agar regulasi KTR dapat lebih fleksibel, dengan mempertimbangkan karakteristik unik industri hiburan. Mereka berharap adanya klausul yang memungkinkan penyediaan area merokok terbatas (designated smoking rooms) yang terpisah secara fisik, dilengkapi dengan sistem ventilasi canggih yang memenuhi standar kesehatan. Model ini, menurut Herman, telah berhasil diterapkan di berbagai kota metropolitan dunia tanpa mengurangi efektivitas KTR secara keseluruhan.
Pansus KTR DPRD DKI Jakarta mengakui adanya tantangan ini dan menyatakan keterbukaan untuk mencari opsi terbaik. Diskusi mencakup berbagai skema, mulai dari peninjauan ulang zonasi KTR hingga regulasi yang lebih spesifik untuk tempat hiburan tertentu, termasuk kemungkinan alokasi area merokok terbatas dengan sistem ventilasi yang memadai dan terpisah secara fisik. Kedua belah pihak sepakat bahwa dialog konstruktif adalah kunci untuk mencapai regulasi yang tidak hanya melindungi kesehatan publik tetapi juga menopang roda ekonomi kota. Proses penyusunan regulasi yang adil dan seimbang ini diharapkan dapat rampung dalam beberapa waktu ke depan, menciptakan kebijakan yang inklusif, berkelanjutan, dan adaptif terhadap dinamika sosial-ekonomi ibu kota.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda