December 1, 2025

Delik Kalbar

Satu Portal, Banyak Cerita

KPAI Soroti Aksi Cium Da’i Viral: Potensi Pelanggaran Hak dan Perlindungan Anak

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap sebuah insiden yang melibatkan seorang dai yang terekam mencium seorang anak perempuan di atas panggung dalam sebuah acara keagamaan. Aksi ini, yang dengan cepat viral di berbagai platform media sosial, memicu gelombang perdebatan dan kekhawatiran terkait etika serta potensi pelanggaran hak anak.

KPAI menilai tindakan tersebut tidak hanya tidak etis untuk dilakukan di ruang publik, terutama melibatkan anak di bawah umur, tetapi juga berpotensi kuat melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Insiden yang melibatkan dai yang dikenal dengan sapaan Gus Elham ini, menurut KPAI, menunjukkan adanya indikasi eksploitasi anak untuk kepentingan popularitas atau konten semata, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap psikologis dan privasi anak.

Analisis KPAI dan Dasar Hukum Perlindungan Anak

Wakil Ketua KPAI, Ibu Rita Pranawati, menegaskan bahwa setiap interaksi orang dewasa dengan anak, terutama di ruang publik dan dalam konteks keagamaan atau hiburan, harus menjunjung tinggi prinsip perlindungan anak. Ia menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan privasi anak dari segala bentuk perlakuan diskriminatif atau eksploitatif.

Menurut KPAI, tindakan mencium anak di depan umum, terutama tanpa persetujuan jelas dari orang tua atau wali anak yang bersangkutan, serta dalam konteks yang dapat diinterpretasikan sebagai pertunjukan, bisa masuk dalam kategori eksploitasi anak. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara tegas melarang setiap perbuatan yang menempatkan anak dalam situasi eksploitasi.

“Kami mengingatkan bahwa anak bukanlah objek hiburan atau alat untuk mendulang popularitas. Setiap tindakan yang melibatkan anak harus mengutamakan kepentingan terbaik anak, bukan kepentingan orang dewasa. KPAI akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mendalami kasus ini dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum yang terlewatkan,” ujar seorang juru bicara KPAI, menyoroti urgensi penanganan kasus serupa.

Dampak psikologis bagi anak yang menjadi “korban” aksi semacam ini seringkali terabaikan. Anak-anak mungkin merasa tidak nyaman, bingung, atau bahkan mengalami trauma akibat paparan publik yang tidak semestinya, apalagi jika rekaman tersebut terus-menerus beredar dan menjadi bahan perbincangan.

Selain itu, insiden ini juga memicu reaksi beragam dari masyarakat luas di media sosial. Sebagian warganet menyuarakan dukungan terhadap sikap KPAI, menuntut adanya tindakan tegas dan edukasi publik terkait batas-batas interaksi dengan anak. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa tindakan dai tersebut tidak memiliki maksud buruk dan merupakan bentuk kasih sayang yang wurni, sehingga tidak perlu dipermasalahkan secara berlebihan.

Seruan untuk Etika Dakwah dan Edukasi Publik

Menyikapi polemik ini, KPAI menyerukan kepada para tokoh agama, pendidik, dan seluruh elemen masyarakat untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam berinteraksi dengan anak, khususnya di ruang publik dan dalam kegiatan yang melibatkan banyak orang. Pentingnya edukasi mengenai etika dan batasan interaksi fisik dengan anak harus terus digaungkan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun komunitas keagamaan.

KPAI juga mendorong lembaga-lembaga keagamaan untuk mengeluarkan pedoman atau kode etik yang jelas bagi para dai dan pengisi acara yang melibatkan anak-anak. Hal ini bertujuan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang dan memastikan bahwa setiap kegiatan yang melibatkan anak selalu berlandaskan pada prinsip perlindungan anak dan tidak mengarah pada eksploitasi atau pelanggaran privasi mereka.

Insiden Gus Elham ini diharapkan menjadi momentum bagi kita semua untuk mengevaluasi kembali bagaimana masyarakat memperlakukan dan melindungi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi dan perlakuan yang tidak pantas. Hingga 13 November 2025, KPAI masih terus memantau perkembangan kasus ini dan siap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi pelanggaran pidana yang serius. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, dan setiap tindakan yang mengabaikan hak-hak mereka harus ditindaklanjuti secara serius demi masa depan generasi penerus bangsa.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda