KPK Cegah 13 Pihak Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan EDC Bank BUMN

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 30 June 2025 secara resmi mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini merupakan bagian dari upaya paksa KPK dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di salah satu bank milik pemerintah, yang diidentifikasi sebagai Bank Nasional Raya (nama samaran untuk tujuan pemberitaan ini).
Langkah pencekalan ini diambil untuk memastikan proses penyidikan dapat berjalan efektif dan lancar, mengingat para pihak yang dicegah diduga memiliki informasi krusial atau keterkaitan langsung dengan kasus yang tengah diusut. Dugaan korupsi ini berpusat pada pengadaan puluhan ribu unit mesin EDC dengan nilai proyek yang fantastis, yang diduga diwarnai oleh mark-up harga, penyimpangan prosedur pengadaan, dan adanya indikasi kerugian keuangan negara.
Detail Pencekalan dan Latar Belakang Kasus
Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya kepada media, membenarkan adanya pencekalan tersebut. “Betul, KPK telah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk 13 orang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di salah satu bank BUMN. Pencegahan ini berlaku selama enam bulan ke depan, terhitung sejak surat pencegahan diterbitkan,” jelas Ali Fikri.
Dari 13 orang yang dicegah, identitas lengkapnya belum dirilis secara resmi oleh KPK. Namun, dapat dipastikan bahwa mereka berasal dari beragam latar belakang, termasuk beberapa pejabat internal Bank Nasional Raya, perwakilan dari perusahaan vendor penyedia mesin EDC, serta pihak-pihak ketiga yang diduga turut terlibat dalam proses tender dan pelaksanaan proyek. Pencegahan ini didasarkan pada Pasal 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang memungkinkan penegak hukum meminta pencegahan seseorang ke luar negeri demi kepentingan penyidikan.
Kasus ini mencuat setelah KPK menerima laporan masyarakat mengenai adanya kejanggalan dalam proses pengadaan mesin EDC yang seharusnya menjadi ujung tombak layanan transaksi non-tunai di seluruh cabang Bank Nasional Raya. Modus operandi yang diduga terjadi meliputi pengaturan tender (bid rigging), penentuan harga yang tidak wajar (mark-up), serta dugaan penerimaan gratifikasi atau suap kepada oknum-oknum yang memiliki kewenangan dalam proyek tersebut. Proyek pengadaan ini diperkirakan berlangsung pada periode tahun anggaran 2020 hingga 2022.
Implikasi dan Harapan Publik
Penanganan kasus korupsi di lingkungan BUMN seperti ini selalu menarik perhatian publik, mengingat bank-bank milik negara memegang peranan vital dalam perekonomian nasional. Skandal korupsi di sektor perbankan tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan tersebut. Oleh karena itu, KPK dituntut untuk bekerja secara profesional dan transparan dalam mengungkap tuntas kasus ini.
“Langkah pencekalan ini adalah bagian dari komitmen kami untuk memastikan proses penyidikan dapat berjalan efektif dan transparan. Kami tidak akan ragu menindak tegas siapa pun yang terbukti terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan kepercayaan publik. Ini adalah pesan tegas bahwa tidak ada toleransi bagi praktik rasuah, terutama di lembaga-lembaga yang mengelola aset negara,” ujar Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam pernyataannya.
Setelah pencekalan ini, KPK diharapkan dapat segera melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap para pihak yang dicegah, mengumpulkan bukti-bukti tambahan, dan pada akhirnya menetapkan tersangka yang bertanggung jawab. Masyarakat menanti hasil akhir dari penyidikan ini, dengan harapan adanya penegakan hukum yang adil dan pemulihan kerugian negara yang ditimbulkan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya tata kelola perusahaan yang baik dan pengawasan internal yang ketat di seluruh BUMN untuk mencegah terulangnya praktik korupsi di masa mendatang.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda