Mensesneg Hadapi Protes ‘Tot Tot Wuk Wuk’, Soroti Aturan Pengamanan Pejabat

Jakarta – Isu pengawalan pejabat negara yang kerap menimbulkan protes dari masyarakat kian memanas. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi akhirnya angkat bicara menanggapi gelombang ketidakpuasan publik, yang bahkan memunculkan gerakan anti ‘Tot Tot Wuk Wuk’ sebagai respons terhadap suara sirine dan strobo kendaraan prioritas. Pernyataan Mensesneg ini diharapkan dapat menjernihkan polemik yang berkepanjangan terkait ketertiban umum dan hak istimewa pejabat.
Gelombang Protes ‘Tot Tot Wuk Wuk’ Meluas di Masyarakat
Fenomena ‘Tot Tot Wuk Wuk’ merujuk pada frasa onomatopoeia yang menirukan bunyi sirine dan strobo kendaraan prioritas yang digunakan oleh pejabat atau rombongan tertentu. Istilah ini menjadi viral di media sosial sebagai simbol ketidakpuasan masyarakat atas gangguan yang ditimbulkan oleh konvoi pengawalan, seperti kemacetan panjang, kebisingan, dan persepsi adanya arogansi di jalan raya. Berbagai keluhan telah disuarakan, mulai dari pengendara biasa hingga aktivis lalu lintas, yang merasa hak mereka untuk mendapatkan kelancaran berkendara terampas oleh iring-iringan VIP.
Publik menilai, meskipun pengawalan diperlukan untuk alasan keamanan dan kelancaran tugas negara, pelaksanaannya seringkali berlebihan dan tidak memperhatikan pengguna jalan lainnya. “Banyak warga yang mengeluhkan terganggunya aktivitas harian mereka akibat iring-iringan kendaraan yang menggunakan sirine dan strobo secara tidak semestinya,” ujar seorang pengamat sosial pada 19 September 2025. Kondisi ini memicu sentimen negatif yang dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pejabat negara.
Respons Tegas Mensesneg dan Sorotan Pengawalan Pejabat
Menyikapi hal tersebut, Mensesneg Prasetyo Hadi tidak menampik adanya keresahan di masyarakat. Dalam pernyataannya, ia secara tegas menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pengawalan pejabat dengan ketertiban umum. Prasetyo Hadi bahkan secara spesifik menyinggung isu pengawalan terhadap figur-figur penting, termasuk salah satunya adalah pengawalan terhadap Prabowo Subianto yang kerap menjadi sorotan.
Menurut Prasetyo Hadi, pengawalan pejabat memiliki dasar hukum dan protokoler yang jelas, terutama bagi mereka yang memegang jabatan strategis atau berisiko tinggi. Namun, ia juga menekankan bahwa implementasinya harus dilakukan dengan bijak dan tidak sampai mengganggu hak-hak masyarakat luas. “Kami memahami kekhawatiran masyarakat. Pengawalan itu ada aturannya, bukan sembarangan. Tapi, kenyamanan dan ketertiban publik juga harus jadi prioritas,” katanya.
“Pengawalan pejabat, terutama bagi mereka yang memiliki risiko tinggi atau peran strategis vital seperti Bapak Prabowo, adalah bagian dari protokol keamanan negara yang tidak bisa diabaikan. Namun, hal itu harus sejalan dengan penghormatan terhadap hak pengguna jalan lain. Kami akan terus meninjau dan memastikan setiap pengawalan berjalan sesuai standar dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat,” ujar Mensesneg Prasetyo Hadi.
Pernyataan ini mengindikasikan adanya komitmen dari pemerintah untuk mengevaluasi prosedur pengawalan yang berlaku, sehingga tidak lagi menimbulkan friksi dengan masyarakat. Ia menambahkan bahwa koordinasi dengan pihak kepolisian dan dinas terkait akan ditingkatkan untuk memastikan aturan main yang lebih jelas dan implementasi yang lebih humanis di lapangan.
Meninjau Ulang Protokol Pengawalan dan Ketertiban Umum
Isu ini kembali mengangkat pentingnya peninjauan ulang terhadap Peraturan Pemerintah (PP) dan Undang-Undang Lalu Lintas yang mengatur penggunaan sirine, strobo, dan hak prioritas di jalan raya. Pasal-pasal yang ada sejatinya telah mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan pengawalan, namun interpretasi dan pelaksanaannya seringkali menjadi celah. Diperlukan sosialisasi yang lebih masif kepada para pejabat dan personel pengawal tentang batasan-batasan penggunaan fasilitas tersebut, serta pentingnya etika berlalu lintas.
Pemerintah diharapkan dapat menemukan formula yang tepat agar kebutuhan keamanan dan kelancaran tugas pejabat dapat terpenuhi, tanpa mengorbankan kenyamanan dan hak-hak masyarakat sebagai pengguna jalan. Langkah-langkah konkret seperti peningkatan edukasi bagi pengemudi dan pengawal, penegakan hukum yang lebih ketat bagi pelanggar, serta transparansi dalam prosedur pengawalan dapat menjadi solusi untuk meredakan ketegangan antara masyarakat dan pengawal pejabat. Dengan begitu, fenomena ‘Tot Tot Wuk Wuk’ tidak lagi menjadi simbol protes, melainkan representasi dari sebuah sistem yang berjalan tertib dan saling menghormati.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda