Para Menteri Serukan Introspeksi Nasional Pasca Tragedi Banjir Sumatra
Pilu menyelimuti berbagai wilayah di Sumatra menyusul serangkaian bencana banjir bandang dan tanah longsor yang dahsyat dalam beberapa waktu terakhir. Tragedi ini tidak hanya merenggut korban jiwa dan harta benda, tetapi juga memicu refleksi mendalam di kalangan elite pemerintahan. Gelombang duka dan kerusakan infrastruktur yang meluas mendorong para pemangku kebijakan untuk meninjau ulang pendekatan mereka terhadap pembangunan dan pengelolaan lingkungan.
Panggilan Tobat Nasuha dari Menko PM
Di tengah suasana berkabung dan keprihatinan nasional, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhaimin Iskandar tampil dengan pernyataan yang menyentuh nurani. Ia menyerukan “Tobat Nasuha” atau pertobatan yang tulus bagi para pejabat negara. Menurut Muhaimin, musibah alam yang beruntun ini merupakan sinyal kuat agar pemerintah secara kolektif berbenah, melakukan evaluasi komprehensif terhadap setiap kebijakan yang telah dan akan dikeluarkan untuk rakyat. Pernyataan ini bukan sekadar seruan moral, melainkan juga ajakan untuk introspeksi mendalam terkait dampak kebijakan terhadap kelestarian lingkungan dan mitigasi bencana.
Muhaimin menekankan pentingnya kejujuran dalam meninjau kembali apakah kebijakan yang ada sudah benar-benar berpihak pada keberlanjutan dan keselamatan masyarakat. “Kita harus berani mengakui jika ada kebijakan yang justru berkontribusi terhadap kerentanan bencana. Ini adalah momentum untuk Tobat Nasuha secara kelembagaan,” ujarnya dalam sebuah kesempatan di Jakarta, 05 December 2025. Seruan ini disambut dengan perhatian serius, mengingat skala kerusakan yang terjadi di Sumatra, mulai dari infrastruktur vital hingga lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencarian utama warga.
Evaluasi Kebijakan dan Mitigasi Bencana Jangka Panjang
Pernyataan Menko PMK tidak berdiri sendiri. Beberapa menteri dan pejabat tinggi lainnya juga menggemakan sentimen serupa, menggarisbawahi urgensi evaluasi kebijakan secara menyeluruh. Fokus utama tertuju pada regulasi tata ruang, izin lingkungan, serta praktik pembangunan infrastruktur. Banyak pihak menilai, eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali dan pembangunan yang abai terhadap analisis dampak lingkungan (AMDAL) telah memperparah risiko bencana alam.
Pembahasan mengenai Tobat Nasuha di kalangan kabinet ini diharapkan menjadi katalisator bagi perubahan nyata. Para ahli lingkungan dan pengamat kebijakan publik telah lama menyoroti kerapuhan sistem mitigasi bencana di Indonesia, yang seringkali bersifat reaktif ketimbang proaktif. Mereka mendesak pemerintah untuk memperkuat implementasi kebijakan yang berbasis mitigasi risiko, bukan hanya respons darurat pascabencana.
“Bencana alam seringkali menjadi cerminan kegagalan kita dalam menjaga keseimbangan alam dan menerapkan kebijakan yang bertanggung jawab. Seruan untuk Tobat Nasuha ini harus diterjemahkan menjadi revisi kebijakan konkret, terutama terkait tata ruang dan perlindungan ekosistem. Ini bukan hanya soal moral, tapi juga keberlanjutan bangsa,” kata Dr. Indah Permata, seorang pakar kebijakan lingkungan dari Universitas Indonesia.
Pemerintah diharapkan segera membentuk tim khusus untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan krusial yang berdampak pada lingkungan dan ketahanan bencana. Langkah ini mencakup peninjauan izin-izin yang berpotensi merusak lingkungan, penguatan penegakan hukum terhadap pelanggar, serta alokasi anggaran yang lebih memadai untuk program-program mitigasi jangka panjang, seperti reboisasi, pembangunan sistem peringatan dini, dan edukasi masyarakat. Momentum bencana Sumatra ini harus menjadi titik balik bagi Indonesia untuk membangun ketahanan yang lebih baik di masa depan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
