Prabowo Dukung Usulan Golkar: Kepala Daerah Dipilih Parlemen Pangkas Ongkos Politik
Prabowo Dukung Usulan Golkar: Kepala Daerah Dipilih Parlemen Pangkas Ongkos Politik
JAKARTA – Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto, menyatakan persetujuannya terhadap usulan Partai Golkar mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh parlemen, bukan lagi melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Pernyataan ini disampaikan Prabowo sebagai respons terhadap kebutuhan untuk mengurangi praktik politik uang dan meminimalkan biaya politik yang tinggi dalam proses demokrasi di Indonesia.
Sikap Prabowo ini mengemuka di tengah diskursus berkelanjutan tentang efektivitas dan tantangan dalam sistem Pilkada langsung yang telah diterapkan sejak era Reformasi. Usulan dari Partai Golkar ini, yang telah beberapa kali dilontarkan dalam berbagai kesempatan, berargumen bahwa pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan dapat menekan ongkos politik yang kerap membebani calon dan partai, serta meminimalisir potensi korupsi akibat biaya kampanye yang fantastis.
Prabowo Subianto, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, menekankan pentingnya menciptakan sistem demokrasi yang lebih bersih dan merata. Baginya, tingginya biaya politik saat ini menjadi penghalang bagi individu-individu yang berkompeten namun tidak memiliki modal finansial besar untuk berpartisipasi dalam kontestasi politik.
Demokrasi harus mengurangi banyak permainan uang, demokrasi juga harus dibuat minim ongkos politik supaya tidak hanya ditentukan oleh orang-orang berduit, tegas Prabowo, menggarisbawahi visinya untuk reformasi sistem pemilihan.
Pernyataan ini, yang disampaikan pada 05 December 2025, mengindikasikan kemungkinan pembahasan serius mengenai perubahan sistem Pilkada di masa pemerintahan mendatang. Wacana untuk mengembalikan Pilkada ke tangan DPRD ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, beberapa partai politik dan pakar hukum tata negara juga pernah menyuarakan ide serupa, dengan argumen utama untuk efisiensi anggaran dan stabilitas politik.
Implikasi dan Perdebatan Publik atas Wacana Pilkada Lewat Parlemen
Wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke tangan parlemen ini secara historis selalu memicu perdebatan sengit di ruang publik. Pihak yang mendukung perubahan ini berpendapat bahwa sistem pemilihan oleh DPRD akan mengurangi potensi konflik horizontal di masyarakat, menekan praktik politik transaksional, serta membuat proses pemilihan lebih sederhana dan efisien dari segi anggaran negara.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang menentang keras ide ini, khawatir bahwa perubahan tersebut akan mengurangi partisipasi langsung masyarakat dalam menentukan pemimpinnya dan mengikis nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan sejak Reformasi. Mereka berargumen bahwa pemilihan langsung merupakan bentuk kedaulatan rakyat yang mutlak dan penting untuk menjaga akuntabilitas kepala daerah terhadap konstituennya. Kekhawatiran akan oligarki politik dan potensi kesepakatan tertutup antar-elite partai juga menjadi sorotan utama bagi pihak penentang.
Sistem Pilkada langsung sendiri merupakan salah satu pilar penting desentralisasi dan demokratisasi pasca-Orde Baru, yang bertujuan untuk mendekatkan pemimpin dengan rakyat serta memperkuat legitimasi kepemimpinan daerah. Jika usulan ini benar-benar diwujudkan, maka perubahan tersebut akan memerlukan amandemen Undang-Undang terkait pemerintahan daerah, bahkan mungkin implikasi yang lebih luas terhadap konstitusi.
Dengan dukungan dari Prabowo Subianto, usulan Golkar ini kini memiliki bobot politik yang lebih signifikan. Publik dan para pemangku kepentingan kini menanti bagaimana wacana ini akan bergulir ke depan, terutama menjelang pembahasan regulasi di tingkat legislatif di masa pemerintahan baru. Perdebatan mengenai keseimbangan antara efisiensi, biaya politik, dan esensi kedaulatan rakyat diprediksi akan semakin memanas.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
