RUU Perampasan Aset: Prioritas Prolegnas, Harapan Baru Berantas Korupsi

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang telah lama dinanti-nanti kini resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk tahun 2025 dan 2026. Keputusan ini menghidupkan kembali harapan akan penguatan upaya pemberantasan korupsi dan pemulihan aset negara yang disinyalir hilang akibat tindak pidana. Target penyelesaian RUU ini adalah sesegera mungkin, mengingat desakan kuat yang datang dari berbagai elemen masyarakat serta pemerintah sendiri.
Pentingnya Desakan Publik dan Pemerintah
Inklusi RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas prioritas bukanlah tanpa alasan. Sejak lama, RUU ini dinilai sebagai instrumen krusial yang dapat melengkapi perangkat hukum yang ada dalam memerangi korupsi, pencucian uang, dan kejahatan ekonomi lainnya. Kebutuhan akan adanya regulasi ini semakin mendesak mengingat modus operandi kejahatan keuangan yang semakin kompleks, kerap melibatkan pengalihan aset secara lintas batas negara, serta penyamaran harta kekayaan ilegal.
Berbagai pihak, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung, hingga berbagai organisasi masyarakat sipil, telah berulang kali menyuarakan urgensi pengesahan RUU ini. Presiden sendiri juga telah menyatakan komitmen pemerintah untuk mendorong percepatan pembahasan dan pengesahannya. RUU ini bertujuan untuk memungkinkan penyitaan dan perampasan aset yang diduga berasal dari tindak pidana, bahkan tanpa adanya tuntutan pidana atau putusan pengadilan terhadap pelaku, selama ada bukti yang memadai bahwa aset tersebut terkait dengan kejahatan.
Tantangan dan Harapan di Prolegnas
Meskipun telah masuk dalam Prolegnas prioritas, jalan menuju pengesahan RUU Perampasan Aset diperkirakan tidak akan mulus sepenuhnya. Beberapa kali sebelumnya, pembahasan RUU ini sempat tertunda karena berbagai dinamika politik dan perbedaan pandangan mengenai beberapa klausul krusial, terutama terkait dengan standar pembuktian dan perlindungan hak asasi. Namun, dengan masuknya kembali RUU ini ke dalam daftar prioritas Prolegnas 2025-2026 pada 19 September 2025, momentum percepatan pembahasan diharapkan dapat terwujud.
Pemerintah dan DPR dituntut untuk bekerja ekstra keras agar RUU ini dapat segera diselesaikan. Kehadiran undang-undang ini diharapkan dapat memberikan efek jera yang lebih kuat bagi para pelaku korupsi dan pencucian uang, sekaligus membuka peluang yang lebih besar bagi negara untuk memulihkan kerugian finansial yang ditimbulkan. Pengesahan RUU Perampasan Aset akan menjadi cerminan komitmen serius negara dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
“RUU Perampasan Aset ini adalah ‘game changer’ dalam pemberantasan korupsi. Ini bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga tentang mengembalikan aset negara yang dirampok. Tanpa undang-undang ini, negara kesulitan mengejar kekayaan haram yang telah dialihkan, sehingga menciptakan impunitas ekonomi bagi para koruptor,” kata Prof. Dr. Budi Santoso, seorang pengamat hukum tata negara, dalam sebuah diskusi panel. Beliau menambahkan bahwa kecepatan pembahasan dan kualitas materi RUU ini akan menjadi penentu keberhasilan.
Masyarakat menaruh harapan besar agar DPR dan pemerintah dapat segera menyepakati substansi RUU ini dan mengesahkannya menjadi undang-undang. Keberadaan RUU Perampasan Aset akan menjadi tonggak penting dalam upaya mewujudkan keadilan restoratif, di mana kerugian negara akibat kejahatan dapat dipulihkan secara maksimal demi kemaslahatan rakyat.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda