October 23, 2025

Delik Kalbar

Satu Portal, Banyak Cerita

Soekarno dan Spirit Bandung: Relevansi Abadi Melawan Penindasan Global

Menelusuri Kembali Fondasi Keadilan Universal Soekarno

Di tengah pusaran dinamika geopolitik global yang kian kompleks, gagasan proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno, mengenai kemerdekaan dan keadilan universal kembali menyeruak ke permukaan. Lebih dari enam dekade setelah Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung, fondasi pemikirannya tentang dunia yang bebas dari penindasan bangsa atas bangsa lain terasa semakin relevan. Konsep ini bukan sekadar retorika politik, melainkan sebuah visi kemanusiaan yang mendalam, menyerukan solidaritas dan emansipasi bagi seluruh umat manusia.

Soekarno, yang dikenal dengan panggilan akrab Bung Karno, meyakini bahwa kemerdekaan sejati tidak berhenti pada batas-batas geografis suatu negara. Ia memandang bahwa tatanan dunia yang adil hanya dapat terwujud apabila semua bentuk kolonialisme dan imperialisme, baik yang kasat mata maupun terselubung, dienyahkan. Pemikiran ini menjadi inti dari “Semangat Bandung” yang lahir pada tahun 1955, menginspirasi gerakan non-blok dan perjuangan bangsa-bangsa terjajah di seluruh dunia.

Kemanusiaan sejati hanya lahir ketika tidak ada lagi bangsa yang menindas bangsa lain. Inilah esensi dari perjuangan kita untuk kemerdekaan dan keadilan universal.

Pernyataan ini, yang juga merupakan inti dari warisan pemikiran Soekarno, menyoroti urgensi persatuan di antara negara-negara berkembang untuk menentang hegemoni kekuasaan. Pada KAA, negara-negara Asia dan Afrika bersatu padu menyuarakan prinsip Dasa Sila Bandung, yang mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia, kedaulatan, non-intervensi, dan kerja sama damai. Ini adalah seruan untuk tatanan dunia multipolar yang lebih adil dan setara.

Revitalisasi Semangat Anti-Penindasan di Era Kontemporer

Meski warisan pemikiran Soekarno begitu monumental, relevansinya sempat meredup seiring berakhirnya Perang Dingin dan munculnya globalisasi. Fokus bergeser dari solidaritas politik anti-kolonial ke persaingan ekonomi dan integrasi pasar. Namun, dalam dekade terakhir, ketidakpastian global yang ditandai oleh konflik regional, ketimpangan ekonomi yang menganga, dan ancaman neo-kolonialisme dalam bentuk baru, kembali menyoroti pentingnya gagasan Soekarno.

Pada 22 October 2025, berbagai kalangan akademisi, diplomat, dan pegiat perdamaian di Indonesia dan dunia mulai aktif mendiskusikan kembali bagaimana “Semangat Bandung” dapat diterapkan untuk menghadapi tantangan saat ini. Mereka melihat bahwa penindasan modern tidak lagi selalu berbentuk pendudukan militer, melainkan bisa termanifestasi dalam dominasi ekonomi, kontrol teknologi, atau bahkan hegemoni budaya yang mengikis identitas bangsa.

Upaya menghidupkan kembali pemikiran Soekarno juga terlihat dalam dorongan untuk memperkuat multilateralisme dan kerja sama Selatan-Selatan. Forum-forum internasional kini seringkali mengangkat isu-isu yang senapas dengan prinsip-prinsip Bandung, seperti kedaulatan pangan, keadilan iklim, dan akses setara terhadap teknologi. Visi Soekarno menjadi pengingat bahwa perdamaian global hanya dapat dicapai melalui keadilan substansial, di mana setiap bangsa memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa intervensi atau eksploitasi.

Oleh karena itu, gagasan Soekarno bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah mercusuar pemikiran yang terus membimbing perjuangan menuju dunia yang lebih adil, egaliter, dan damai. Relevansinya yang abadi menjadi panggilan bagi setiap generasi untuk terus menjaga api “Semangat Bandung” agar tidak pernah padam, menolak segala bentuk penindasan demi terwujudnya kemanusiaan sejati.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.